Kamis, 05 Mei 2011


KEPEMIMPINAN

~ PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

 Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pembahasan tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan, cara mempengaruhi kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang.


~ TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN

A. Tipe instruktif,
            Tipe ini ditandai dengan adanya komunikasi satu arah. Pemimpin membatasi peran bawahan dan menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, di mana, bagaimana sesuatu tugas harus dilaksanakan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata menjadi wewenang pemimpin, yang kemudian diumumkan kepada para bawahan. Pelaksanaan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pemimpin.
Ciri-cirinya ;

* Pemimpin memberikan pengarahan tinggi dan rendah dukungan.
* Pemimpin memberikan batasan peranan bawahan.
* Pemimpin memberitahukan bawahan tentang apa, bilamana, dimana, dan bagaimana bawahan melaksanakan tugasnya.
* Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata dilakuakn oleh pemimpin.
* Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan diumumkan oleh pemimpin, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin

B. Tipe konsultatif,
            Kepemimpinan tipe ini masih memberikan instruksi yang cukup besar serta penetapan keputusan-keputusan dilakukan oleh pemimpin. Bedanya adalah bahwa tipe konsultatif ini menggunakan komunikasi dua arah dan memberikan suportif terhadap bawahan mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang keputusan yang diambil. Sementara bantuan ditingkatkan, pengawasan atas pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin.
Ciri-cirinya :

* Pemimpin memberikan baik pengarahan maupun dukungan tinggi.
* Pemimpin mengadakan komunikasi dua arah dan berusaha mendengarkan perasaan, gagasan, dan saran bawahan.
* Pengawasan dan pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.


C. Tipe partisipatif,
            Sebab kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seimbang antara pemimpin dan bawahan, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Komunikasi dua arah makin bertambah frekuensinya, pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya. Keikutsertaan bawahan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan makin banyak, sebab pemimpin berpendapat bahwa bawahan telah memiliki kecakapan dan pengetahuan yang cukup luas untuk menyelesaikan tugas.


~ TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN

1. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
            Analisis ilmiah tentang kepemimpinan beerangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan , bukannya diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan “the greatma theory”.
Dalam perkemabangannya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwaa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain ; sifat fisik, mental dan kepribadian

2. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
            Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecenderungan kea rah dua hal :
 Pertama yang disebut Konsiderasi yaitu kecenderungan pemimpin yang
Ø menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia bekonsultasi dengan bawahan.
Kedua disebut struksur inisiasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin
Ø yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat, bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil apa yang akan dicapai.
 Jadi berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Kemudian juga timbul teori kepemimpinan situasi dimana seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.

3. Teori kontingensi
            Mulai berkembang th 1962, teori ini menyatakan bahwa tidak ada satu sistem manajemen yang optimum, sistem tergantung pada tingkat perubahan lingkungannya. Sistem ini disebut sistem organik (sebagai lawan sistem mekanistik), pada sistem ini mempunyai beberapa ciri:
¯ Substansinya adalah manusia bukan tugas.
¯ Kurang menekankan hirarki
¯ Struktur saling berhubungan, fleksibel, dalam bentuk kelompok
¯ Kebersamaan dalam nilai, kepercayaan dan norma
¯ Pengendalian diri sendiri, penyesuaian bersama

4. Teori Behavioristik
            Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa manajemen yang efektif bila ada pemahaman tentang pekerja – lebih berorientasi pada manusia sebagai pelaku.
Beberapa tokohnya, antara lain:
a. Maslow
 Individu mempunyai 5 kebutuhan dasar yaitu physical needs, security needs, social needs, esteem needs, self actualization needs. Kebutuhan tersebut akan menimbulkan suatu keinginan untuk memenuhinya. Organisasi perlu mengenali kebutuhan tersebut dan berusaha memenuhinya agar timbul kepuasan.
b. Douglas Mc Gregor (1906-1964)
Teori X dan teori Y
 Teori X melihat karyawan dari segi pessimistik, manajer hanya mengubah kondisi kerja dan mengektifkan penggunaan rewards & punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Teori Y melihat karyawan dari segi optimistik, manajer perlu melakukan pendekatan humanistik kepada karyawan, menantang karyawan untuk berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, mendorong kinerja.

5. Teori Humanistik
            Teori ini lebih menekankan pada prinsip kemanusiaan. Teori humanistic biasanya dicirikan dengan adanya suasana saling menghargai dan adanya kebebasan.
Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu. Fungsi dari kepemimpinan adalah memodifikasi organisasi agar individu bebas untuk merealisasikan potensi motivasinya didalam memenuhi kebutuhannya dan pada waktu yang sama sejalan dengan arah tujuan kelompok. Apabila dicermati, didalam Teori Humanistik, terdapat tiga variabel pokok, yaitu; (1), kepemimpinan yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan, kebutuhan, dan kemampuan-nya, (2), organisasi yang disusun dengan baik agar tetap relevan dengan kepentingan anggota disamping kepentingan organisasi secara keseluruhan, dan (3), interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan anggota untuk menggalang persatuan dan kesatuan serta hidup damai bersama-sama. Blanchard, Zigarmi, dan Drea bahkan menyatakan, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang Anda lakukan terhadap orang lain, melainkan sesuatu yang Anda lakukan bersama dengan orang lain (Blanchard & Zigarmi, 2001).
Model Kepemimpinan
Telah banyak pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur. Namun yang paling umum kita jumpai dalam keseharian kita diantaranya adalah:

a. Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
            Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974). Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970). Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa “leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation” (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.

b. Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership)
            Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studistudi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin. Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.

c. Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)
            Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations). Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.

d. Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
            Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan). Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

e. Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership)
            Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa “the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance”. Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu. Dalam buku mereka yang berjudul “Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership”, Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai “the Four I’s”. Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978). Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan praktekpraktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran. Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru. Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.

Selain Model-model diatas masih ada beberapa tipe kepemimpinan yang ada saat ini, yaitu:

a. Tipe instruktif,
            Tipe ini ditandai dengan adanya komunikasi satu arah. Pemimpin membatasi peran bawahan dan menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, di mana, bagaimana sesuatu tugas harus dilaksanakan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata menjadi wewenang pemimpin, yang kemudian diumumkan kepada para bawahan. Pelaksanaan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pemimpin.
Ciri-cirinya ;
v Pemimpin memberikan pengarahan tinggi dan rendah dukungan.
v Pemimpin memberikan batasan peranan bawahan.
v Pemimpin memberitahukan bawahan tentang apa, bilamana, dimana, dan bagaimana bawahan melaksanakan tugasnya.
v Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata dilakuakn oleh pemimpin.
v Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan diumumkan oleh pemimpin, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin

b. Tipe konsultatif,
            Kepemimpinan tipe ini masih memberikan instruksi yang cukup besar serta penetapan keputusan-keputusan dilakukan oleh pemimpin. Bedanya adalah bahwa tipe konsultatif ini menggunakan komunikasi dua arah dan memberikan suportif terhadap bawahan mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang keputusan yang diambil. Sementara bantuan ditingkatkan, pengawasan atas pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin.
Ciri-cirinya :
ü Pemimpin memberikan baik pengarahan maupun dukungan tinggi.
ü Pemimpin mengadakan komunikasi dua arah dan berusaha mendengarkan perasaan, gagasan, dan saran bawahan.
ü Pengawasan dan pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.

c. Tipe partisipatif,
            Sebab kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seimbang antara pemimpin dan bawahan, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Komunikasi dua arah makin bertambah frekuensinya, pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya. Keikutsertaan bawahan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan makin banyak, sebab pemimpin berpendapat bahwa bawahan telah memiliki kecakapan dan pengetahuan yang cukup luas untuk menyelesaikan tugas.
Ciri-cirinya :
Ø Pemimpin memberikan dukungan tinggi dan sedikit/rendah pengarahan.
Ø Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipegang secara berganti antara pemimpin dan bawahan.
Ø Komunikasi dua arah ditingkatkan.
Ø Pemimpin mendengarkan bawahan secara aktif.
Ø Tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar pada bawahan.

d. Tipe delegatif,
            Sebab pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yrng dihadapi dengan para bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan. Selanjutnya menjadi hak bawahan untuk menentuykan bagaimana pekerjaan harus diselesaikan. Dengan demikian bawahan diperkenankan untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan keputusannya sendiri sebab mereka telah dianggap memiliki kecakapan dan dapat dipercaya untuk memikul tanggung jawab untuk mengarahkan dan mengelola dirinya sendiri.
Ciri-cirinya :
Ø Pemimpin memberikan maupun pengarahan sedikit/rendah.
Ø Peminpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan tentang definisi masalah yang dihadapi.
Ø Pengambilan keputusan didelegasikan sepenuhnya kepada bawahan.
Ø Bawahan memiliki kontrol untuk memutuskan tentang cara melaksanaan tugas.
Setiap pemimpin pasti memiliki kekuasaan. Baik itu kekuasaan terhadap anggotanya maupun terhadap lembaga yang dia pimpin. Kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
Ø Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
Ø Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
Ø Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
Ø Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
Ø Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
French dan Raven (1968).
Ditengah-tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda-beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi penerapan gaya-gaya kepemimpinan perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Untuk mencapai hal ini maka seseorang poemimpin perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :

1. Kemampuan analitis (analytical skills), yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.

2. Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills), yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap siatuasi.

3. Kemampuan berkomunikasi (communication skills), yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang Anda terapkan.

Ketiga kemampuan diatas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).

E. KESIMPULAN
            Setelah melihat beberapa kejian tentang teori kepemimpinan diatas, Penulis dapat menyimpulkan beberapa hal. Diantaranya adalah:
1. fungsi kepemimpinan memiliki dua aspek dasar yaitu :
ü Fungsi administrasi,
ü Fungsi sebagai top manajemen

2. Beberapa teori kepemimpinan yang biasa dijumpai adalah :
ü Teori kepemimpinan sifat
ü Teori Perilaku dan Situasi
ü Teori Kontingensi
ü Teori Behavioristik
ü Teori Humanistik

3. Agar dalam menjalankan tugas kepemimpinan dapat berjalan dengan baik maka seseorang poemimpin perlu memiliki beberapa kemampuan khusus antara lain :
a. Kemapuan analitis
b. Kemampuan fleksibelitas
c. Kemapuan Berkomunikasi

 Dalam kenyataannya suatu organisasi seringkali tidak bejalan sesuai dengan harapan, disebabkan keengganan manusia untuk mengikuti perubahan, dimana perubahan dianggap bisa menyebabkan kegagalan. Hal ini mengakibatkan kecondongan dalam organisasi sehingga perlu dilakukan evaluasi, adaptasi, dan inovasi. Dalam setiap organisasi.


- Arti Pengembangan Organisasi

             Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang terlalu mendasar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang - orang atau sekumpulan manusia dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Dan pada prinsipnya setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu:

a. Orang-orang (sekumpulan orang),
b. Kerjasama,
c. Tujuan yang ingin dicapai,

Alasan akan pentingnya pengembangan Organisasi
• Perubahan adalah pertanda kehidupan
• Perubahan memberikan harapan

Teori organisasi umum 1
• Pengembangan merupakan tanggapan atas perubahan
• Pengembangan merupakan usaha untuk menyesuaikan dengan hal baru (perubahan)


- Sejarah Pengembangan Organisasi

 Sejarah Pengembangan Organisasi ditunjukkan oleh lima latar belakang:

1). Pelatihan laboratorium, adalah bagaimana setiap individu bisa memahami arti dari organisasi.

2) Umpan balik survei, antara individu saling bekerja sama

3) Riset tindakan, menguji tindakan yang memungkinkan terjadinya kesalahan.

4) Produktivitas dan kualitas kehidupan kerja, yaitu hasil dari pencapain yang telah di uji sebelumnya,serta

5) Perubahan strategik.

            Pertumbuhan yang berkelanjutan di dalam sejumlah pendekatan Pengembangan Organisasi, praktisi, dan keterlibatan organisasi membuktikan sehatnya suatu disiplin dan menawarkan suatu prospek yang menguntungkan di waktu mendatang.


-  Karakteristik Pengembangan Organisasi

            Semua organisasi harus berubah karena adanya tekanan di dalam lingkungan internal maupun eksternal. Walaupun perubahan yang terjadi lebih pada lingkungan, namun pada umumnya menuntut perubahan lebih pada organisasional, dan organisasi-organisasi bisa melakukan lebih banyak perubahan ataupun lebih sedikit. Organisasi-organisasi bisa merubah tujuan dan strategi-strategi, teknologi, desain pekerjaan, struktur, proses-proses, dan orang.

            Perubahan-perubahan pada orang senantiasa mendampingi perubahan-perubahan pada faktor-faktor yang lain. Proses perubahan pada umumnya mencakup sikap dan perilaku saat ini yang siknifikan. perubahan-perubahannya dan akhirnya kepemilikan sikap dan perilaku yang baru.

 Sejumlah isu-isu kunci dan problem harus dihadapi selama dalam proses perubahan umum.
Pertama adalah, diagnosis yang akurat mengenai situasi dan kondisi saat ini.

Kedua adalah, penolakan yang ditimbulkan oleh adanya perubahan.

Ketiga adalah, isu pelaksanaan evaluasi yang memadai dari usaha perubahan yang
sukses.


-  Organisasi Masa Depan

 
            Dalam abad dua puluh satu ini setiap organisasi akan dan harus menghadapi persaingan yang semakin kompleks dan menantang, baik persaingan aktual maupun potensial, yang aktual harus dihadapi dan yang potensial perlu diantisipasi. Dalam menghadapi semua itu terdapat dua pendekatan yang mungkin diambil oleh suatu organisasi yaitu :

1) Pendekatan yang berbasis sumberdaya tangible,
2) Pendekatan yang berbasis Sumberdaya manusia (intangible).

            Organisasi yang menganggap bahwa persaingan hanya bersifat fisik pendekatan pertama yang akan diambil, membina universitas hanya berputar-putar dalam masalah yang nyata, karena memang inilah yang paling bisa dilihat dan ditunjukan, namun bagi yang melihat persaingan ke depan lebih mengarah pada persaingan pengetahuan.

            Tanpa mengabaikan hal fisik, maka pengembangan SDM akan menjadi prioritas, dan ini perlu komitmen yang kuat karena time-response dari cara ini lama dan susah dilihat apalagi ditunjukan, namun pendekatan ini sebenarnya akan sangat dirasakan dalam menyehatkan dan mengembangkan suatu Organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization)


            Para Pakar berpendapat bahwa dalam era dewasa ini pandangan yang berbasis SDM nampaknya lebih penting, mengingat persaingan yang terjadi justru ditentukan oleh bagaimana sumberdaya manusia tersebut berperan dan berkreasi bagi kemajuan organisasi, dan dalam konteks ini pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kemampuannya.

            Sumberdaya manusia / Human Capital merupakan sumberdaya strategis, bertambah secara inkremental bukan alokatif, karena merupakan sumberdaya yang berbasis pengetahuan (knowledge based resources) yakni sumberdaya yang mencakup keterampilan, kemampuan,
kapasitas serta kapabilitas pembelajaran.

            Kapasitas dan kapabilitas tersebut pada gilirannya akan dapat memupuk sumberdaya sosial yang juga amat diperlukan dalam bentuk jaringan kerja baik internal maupun dengan pihak eksternal organisasi, ini berarti networking juga menjadi hal yang penting dalam memenangkan persaingan. Pengembangan Sumberdaya manusia merupakan prasyarat bagi pengembangan organisasi, artinya tanpa hal itu orang bisa punya alasan untuk meyakini kecilnya kemungkinan organisasi untuk tetap hidup dan bertahan dalam era kompetisi.

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI


- Pengertian komunikasi

Komunikasi merupakan elemen penting dalam organisasi. Karena tanpa adanya komunikasi segala sesuatunya pasti tidak akan berjalan baik. Kemungkinan besar banyak terjadi “Miss Communication” dengan rekan kerja atau atasan yang dampaknya cukup besar bagi karir kita.Sebelum membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi yang melekat pada konteks komunikasi organisasi,
yaitu komunikasi dan organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.

Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:

1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.

2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.

3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan elektronik.

Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:

1.Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2. Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.

Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan.

Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:

1. Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya
2. Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.
3. Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.

Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
2. Fungsi Regulatif
3. Fungsi Persuasif
4. Fungsi Integratif

Memahami Komunikasi dalam Organisasi
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi. Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).


- BAGAIMANA MENYALURKAN IDE LEWAT KOMUNIKASI ?

IDE(gagasan)‏
SiSender

PERUMUSAN
Disini ide Si sender disampaikan dalam kata-kata

PENYALURAN(transmiting)

Bisa lisan, tertulis, mempergunakan Simbol atau isyarat

TINDAKAN
 Misalnya Perintah Dilaksanakan

PENGERTIAN

Disini kata-kata Si sender menjadi ide si receiver

PENERIMAAN
 Oleh si Penerima Berita (Penangkap
Berita)
   

- Hambatan-Hambatan Komunikasi

Pada sebuah proses komunikasi yang terjadi terkadang kita juga akan mengalami banyak hambatan dalam berkomunikasi. Beberapa Hambatan Komunikasi adalah :
1.Hambatan Semantik
2. Hambatan Mekanik
3. Hambatan Antropologis
4. Hambatan Psikologis

 Hambatan Semantik adalah komunikasi yang disebabkan oleh factor bahasa yang digunakan oleh para pelaku komunikasi.
Contoh : seorang waiter kesulitan menangkap maksud pembicaraan tamu restaurant karena bahasa yang tidak mengerti.

 Hambatan Mekanik adalah yang disebabkan oleh factor elektrik, mesin atau media lainnya.
Contoh : bunyi pengeras suara yang gaung, gambar televise yang tidak jelas, salah cetak pada surat kabar atau majalah.
Hambatan Ekologis adalah hambatan yang disebabkan oleh lingkungan sekitar proses komunikasi tersebut
Hambatan Antropologis adalah hambatan yang disebabkan oleh perbedaan pada diri manusia.

Contoh Berupa perbedan budaya, adapt, norma yang berlaku
Hambatan Psikologis adalah hambatan yang disebabkan oleh factor kejiwaan.
Contoh : Jika komunikan sedang sedih, marah atau berprasangka buruk pada komunikator maka akan terjadi miss communicant, salah sasaran komunikasi.